Monday 30 June 2014

Chow Kit: Pasar Orang Indonesia di Kuala Lumpur | backpackology - Blog Makanan di Kuala Lumpur

Chow Kit: Pasar Orang Indonesia <b>di Kuala Lumpur</b> | backpackology - Blog Makanan di Kuala Lumpur


Chow Kit: Pasar Orang Indonesia <b>di Kuala Lumpur</b> | backpackology

Posted: 21 Jan 2014 02:13 AM PST

Perjuangan mencari cowek dan munthu dimulai…

Dialek-dialek Minang, Madura, Aceh bercampur baur dengan Bahasa Melayu, Bahasa Cina campur Inggris di tengah-tengah tumpukan cabe, sayur-sayuran hijau dan ikan laut. Chow Kit adalah sebuah area di Kuala Lumpur dengan pasar tradisional yang cukup besar. Pasar basah ini jadi andalan WNI yang menetap di KL terutama karena satu hal. Sebuah faktor penting yang tak bisa lepas dari masyarakat Indonesia. Kebutuhan primer nusantara: Tempe.

Warna-warni sayur segar di Pasar Chow Kit
Warna-warni sayur segar di Pasar Chow Kit

Chow Kit ini punya wajah yang sangat Indonesia selain karena penjualnya juga banyak merupakan keturunan Indonesia dari berbagai etnis, barang dagangannya pun banyak merupakan produk Indonesia. Indomie misalnya, santan Kara, the Sariwangi, kecap ABC – tapi kok saya belum nemu kecap Bango ya…hiks L.

Berbagai daging (termasuk babi) pun ada di Chow Kit

Sebenarnya tempe bisa diperoleh di supermarket-supermarket di KL. Misalnya yang merk Vanda, ada di supermarket menengah hingga high-end. Sayangnya, tempe Vanda yang sempat saya beli di Ampang Park agak semangit dan rasanya pun malah mirip gembus. Sungguh tidak konsisten. Harganya RM 4 setara dengan Rp 15 ribu untuk sepapan tempe yang bisa didapat di pasar Indonesia Rp 2 ribu saja.

Tempe tanpa merk yang saya beli di Wangsa Maju lebih oke rasanya, RM 1,35 untuk sepapan tempe yang seharga Rp 1 ribu di Indonesia. Nah, di Chow Kit ini urusan pertempean memang jauh lebih menyenangkan, harganya RM 2 untuk 3 papan tempe tipis, rasanya pun lebih enak. Tak heran kami banyak melihat orang Indonesia yang selalu menyertakan tempe dalam belanjaannya.

Tapi Chow Kit tidak hanya perkara tempe saja. Ada cobek juga. "Masih belum terasa seperti rumah kalo belum punya cowek dan munthu," kata saya tempo hari. Selama beberapa hari tinggal di sini, bertahan hanya dengan oseng-oseng yang tidak membutuhkan ulek-ulekan. Yang banyak dijual adalah lumping/tumbukan/alu, cobek yang ditumbuk bukan diulek. Ternyata di Chow Kit ini kami menemukan cobek dan ulekan. Jangan tanya harganya, deh! Kira-kira setara dengan beras 10 kg. Yang organik!

Santan Kara, Masako, Royco, Sambal ABC...

Harga sayuran di pasar ini juga jauh lebih murah daripada di supermarket, kondisinya juga bagus dan segar. Seafood pun bermacam-macam, begitu juga daging dan ayam. Ikan lele sekilonya lebih murah daripada yang biasa saya beli di Jakarta.

Yang paling bikin Puput hepi adalah banyak juga yang jualan kerupuk, hal yang juga tak terpisahkan dari makanan Indonesia. Krupuknya macam-macam, ada yang sudah matang ada yang masih mentah. Ada juga kripik tempe, emping, dan berbagai camilan purba seperti kuping gajah dan untir-untir.

Chow Kit tidak hanya menjual bahan makanan, ada baju, daster batik, sepatu, tas, dan berbagai hal lainnya. Harganya murah.

Di Chow Kit ini ada beberapa bank nasional seperti Bank Mandiri, BNi, yang melayani transfer uang. Ada juga penjual pulsa kartu SIM Indonesia, jasa pengiriman barang ke Indonesia, dan penjual koran Indonesia: Jawa Pos dijajakan berjejeran dengan koran lokal.

Finding Krupuk: A happy Indonesian
Finding Krupuk: A happy Indonesian

Chow Kit dapat dicapai menggunakan monorail arah Titiwangsa, beberapa stasiun transitnya antara lain Bukit Nanas/LRT Dang Wangi, Hang Tuah, dan KL Sentral.

Cukuplah saya berbual di sini. Jumpa lagi!

No comments:

Post a Comment

Post Popular